INDAHNYA
KE(tidak)SEMPURNAAN
Setiap
kali aku melewati jalanan itu, aku selalu teringat dengan adek-adek yang biasa
bermain denganku. Mereka yang setiap hari mencari rupiah dengan melantunkan
lagu-lagu sederhananya di jalanan. Mereka masih kecil, korban trafficking orang
tua mereka yang tidak sungkan menyuruh anaknya bekerja di jalanan. Panas terik,
bahaya ditabrak kendaraan bermotor, tidak apalah bagi mereka yang penting
rupiah bisa terkumpul untuk diberikan kepada orang tua mereka. Seminggu sekali
aku pergi mengunjungi mereka. Bukan untuk menyuarakan propaganda tentang dunia
‘normal’ tentang anak-anak yang bersekolah formal. Aku di sana untuk bermain
bersama mereka. Mendengarkan kisah-kisah mereka. Mendengarkan suara-suara lirih
mereka yang tak terdengar, yang kadang dianggap ‘sampah’ oleh masyarakat.
Dari
situ aku lebih mengenal negeri ini. Negeri yang katanya kaya. Ya kaya akan air
mata dari orang-orang yang tertindas. Negeri yang katanya melimpah sumber daya
alamnya, yang sampai-sampai mengundang asing untuk menggerogotinya. Negeri yang
subur tanahnya untuk ditanam palawija, sampai-sampai banyak bayi yang busung
lapar lantaran hanya makan singkong dan karbohidrat tanpa gizi lainnya. Miris
rasanya melihat kondisi bangsa dan negaraku yang seperti ini. Ingin nangis
setiap kali aku melihat masih ada orang-orang yang tidur di jalanan beralaskan
kardus. Melihat anak-anak yang mengamen, padahal ia harusnya sedang mengenyam
pendidikan di sekolah. Ingin keluar air mata ini saat melihat masih ada kakek
nenek yang tua renta masih harus bekerja demi sesuap nasi. Ya, itulah negeriku.
Negeri yang memeberiku ruang untuk mencintainya. Cinta yang tulus bukanlah
mencintai apa yang terlihat bagus, yang sempurna saja. Tapi mencintai suatu
ketidaksempurnaan. Saling melengkapi.
Guruku
pernah berkata, “Jangan bertanya apa yang telah diberikan negara untukmu, tapi
tanyalah apa yang telah kau berikan untuk negaramu.” Ya, yang diberi oleh
negaraku bukanlah suatu kesempurnaan. Tapi ketidaksempurnaan inilah yang
mendorongku untuk mencintainya. Karena dengan masih kurang disana-sini
memberikanku ruang untuk melengkapi kekurangannya dengan apa yang aku punya.
Aku
ingin melengkapi puzzle-puzzle di Indonesiaku ini dengan memberantas kebodohan
dan kemiskinan. Terlalu muluk memang sepertinya. Tapi pencapaian yang luar
biasa besar berasal dari melakukan hal-hal kecil yang konsisten. Untuk
memberantas kebodohan mungkin aku sudah sedikit melakukan aksi. Sewaktu SMA
setiap hari sabtu aku mengunjungi anak-anak jalanan. Di sana, aku dan teman-teman
mengajari mereka tentang pelajaran seperti matematika, bahasa inggris, ataupun
pelajaran lain. Tetapi di samping akademis kami juga membantu mereka dari segi
psikologis. Sering kami sharing bersama, memberi motivasi, ataupun sekedar
bergurau dengan mereka. Intinya kami ingin menunjukkan bahwa di luar sana masih
ada masyarakat yang peduli dan mau turun langsung untuk permasalahan anak
jalanan.
Sedangkan
untuk memberantas kemiskinan mungkin aku belum melakukan aksi yang signifikan.
Akan tetapi menurutku kemiskinan merupakan integrasi dari kebodohan. Jika aksi
untuk kebodohan sudah dilakukan mungkin bisa dipanen hasilnya 5 atau 10 tahun
kedepan saat anak-anak sudah dewasa. Walaupun begitu pernah aku menjadi relawan
untuk event pernikahan missal 100 pasang gelandangan dan pengemis. Miris
melihat masih banyak orang-orang yang tua bahkan sampai kakek-kakek dan
nenek-nenek yang belum menikah secara hukum lantaran terkendala ekonomi, maupun
birokrasi. Seorang panitia yang mengurusi surat-surat resmi untuk keperluan
menikah pernah bercerita bahwa pejabat di pemerintahan pun masih meminta
sedikit suap ketika panita tersebut sedang mengurus surat di kelurahan. Sudah
minta suap, dari orang yang kurang mampu, sungguh keterlaluan. Di event itu
memang aku tidak membantu secara materi, akan tetapi secara tenaga. Aku dan
beberapa kawanku juga mengerahkan semua teman-teman putri seasramaku untuk
berpartisipasi membantu dalam membuat mahar.
Kegiatan
di atas adalah apa yang pernah aku lakukan. Akan tetapi tentunya tidak berhenti
sampai situ saja. Di dunia perkuliahan ini aku masih terus ingin memberantas
kebodohan dan kemiskinan. Karena menurutku itu masih merupakan penyakit yang
fundamental. Aku ingin mengikuti komunitas untuk mengajar. Baik anak jalanan
ataupun yang ada di pedalaman. Atau bahkan bukan hanya mengikuti komunitas,
akan tetapi membuat komunitas itu sendiri. Selain itu saat aku sudah bekerja
dan bisa dikatakan sukses nanti aku juga ingin menyisihkan rupiah yang aku
punya untuk membuat sekolah-sekolah di pedalaman juga memberikan beasiswa bagi
siswa atau mahasiswa yang kurang mampu secara finansial. Aku sendiri pun
mendapatkan beasiswa selama SMA dan kuliah, untuk itu aku ingin mengembalikan
apa yang aku dapat kepada masyarakat.
Selain
itu sebagai pemuda Indonesia sudah seharusnya generasi ini menjadi generasi
yang jauh lebih baik dari pendahulunya. Untuk itu aku ingin memanfaatkan
semangat yang berkobar dari pemuda untuk membuat suatu perubahan yang lebih
baik. Bisa dengan upaya langsung ataupun preventif. Upaya langsung contohnya
dengan membuat suatu inovasi bagi kemajuan Indonesia, baik dalam segi
teknologi, lingkungan maupun sosial. Sedangkan preventifnya adalah dengan
mengkritisi kebijakan dari pemerintah yang sekiranya kurang pro pada
masyarakat. Akan tetapi bukan hanya kritis tetapi juga solutif. Sebagai pemuda
yang bergender wanita atau pemudi, aku tergerak untuk menyelamatkan
pemudi-pemudi lain dari permasalahan Hamil Muda di Luar Nikah. Karena di
daerah-daerah permasalahan tersebut masih sering terjadi. Dampaknya pun masa
muda kawan-kawanku terenggut karena mereka harus mengurusi anak di usia yang
masih belia. Di kampungku saja, teman-teman yang seusiaku sudah menggendong
anak mereka masing-masing. Bukan lantaran perkawinan, akan tetapi karena hamil
di luar nikah dan calon suaminya tidak bertanggungjawab. Itu tidak hanya
terjadi di kampungku akan tetapi juga di kota-kota lainnya.
Mimpi
besarku adalah menjadi menteri dan pengusaha. Dengan itu aku ingin semakin
melengkapi Indonesia. Jika menjadi pengusaha aku akan menyerap banyak tenaga
kerja sehingga angka pengangguran bisa berkurang. Juga dengan mendirikan usaha
di desa-desa sehingga desa mereka tidak tertinggal dan lebih maju lagi. Jika
jadi menteri, aku ingin memberikan perubahan yang signifikan. Produk dalam
negeri lebih digemari, industri di Indonesia berkembang, dan rakyat menjadi
sejahtera dengan pemerintahan yang sehat. Aku ingin menjadi menteri yang anti
korupsi, selain itu aku juga ingin mengembalikan beberapa persen dari gajik
atau kalau bisa semuanya, kepada bangsa dan negara. Termasuk di dalamnya
masyarakat. Seperti seorang presiden termiskin di dunia Jose Mujica, presiden
Uruguay. Karena kebahagiaan sejati bukanlah dari pencapaian secara materi, akan
tetapi apa yang telah kita lakukakan untuk membuat orang lain bahagia.
Itulah
langkah-langkah yang merupakan pelengkapan dari puzzle-puzzle di Indonesia. Indonesia
sudah mencintaiku dengan segala potensi yang ada di negeri ini. Dan inilah
cintaku untuk Indonesia dengan memberikan aksi-aksi kecilku untuk kemajuan
Indonesia. Aku cinta Indonesia bukan karena kesempurnaanya, akan tetapi karena
ketidaksempurnaan yang memberiku ruang untuk menghasilkan hingga kesempurnaan.